Tuesday, June 03, 2008

Virus itu namanya virus perilaku

STASIUN Televisi Metro TV (Kamis, 10/2) menayangkan berita tentang seorang gadis mungil, berumur 5 tahun yang masih duduk di bangku TK tewas setelah hanya menderita demam selama 5 hari. Gadis manis yang masih lucu-lucunya ini awalnya didiagnosa menderita infeksi tenggorokan. Namun ternyata, bukan "infeksi" dimaksud yang merengut nyawa si bocah tapi sejenis virus lain yang ditandai dengan perdarahan dari hidung, mulut dan kadang lewat tinja. Virus yang bentuk fisiknya susah dilihat wujudnya, namun akhir-akhir muncul kembali dalam personifikasi yang menakutkan sebagai makluk pencabut nyawa yang dikenal dengan sebutan "demam berdarah".
Di Indonesia, termasuk di Kota Kupang, Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cenderung semakin meluas penyebar-annya sejalan dengan semakin meningkatnya mobilitas penduduk dan memburuknya kondisi lingkungan. Berdasarkan data kasus DBD di Kota Kupang, dalam delapan tahun terakhir (1998-2005) selalu ditemukan kasus DBD yang bersifat Kejadian Luar Biasa (KLB), ditandai dengan tingginya kasus dan adanya kematian.
Pada 2004 lalu, kasus DBD di Indonesia menurut Departemen Kesehatan RI untuk periode Desember 2003-April 2004 mencapai angka 58.861 kasus (atau incidence rate = 27.3 per 100.000) dengan kematian 669 orang (CFR = 1,1 %). Kota Kupang menyumbang sekitar 1.124 kasus dengan 32 kematian (CFR=2,85 %).
Di tahun 2005 ini, penyakit DBD kembali menunjukkan keganasannya. Data Departemen Kesehatan (Pos Kupang, 8/2) menunjukkan angka kasus DBD sudah menginjak angka 4.718 di sekitar enam propinsi. Dan walaupun pemerintah sudah membebaskan biaya perawatan bagi pasien DBD yang berobat di kelas III ke bawah, kebijakan ini tidak dapat menyelamatkan nyawa 102 orang dari renggutan virus DBD. Kota Kupang menyumbang sekitar 265 kasus dengan jumlah 5 orang telah meninggal dunia.
Setiap kejadian KLB DBD di Indonesia tidak hanya membuat kita pusing dan panik tetapi juga menjadi santapan hangat media luar negeri. Dari pengamatan di tahun 2004 lalu, tidak kurang dari The International Herald Tribune juga meliput kejadian ini. Dengan judul "175 Die From Mosquito Borne Virus" the Helard Tribune mewar-takan keganasan virus ini ke seluruh belahan bumi. Demikian juga koran Beijing Time yang menggambarkan keganasan virus DBD ini sebagai "The Death Toll" atau jalan tol menuju kematian.
Sebenarnya penyakit demam berdarah dengue (DBD) ini bukan merupakan penyakit baru. Para ilmuwan mencatat bahwa penyakit yang juga dikenal dengan nama Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) ini disebabkan oleh sejenis virus yang disebut DEN virus yang memiliki 4 serotype (DEN -1, DEN -2, DEN -3 dan DEN -4). Virus ini tergolong dalam genus flavivirus. Virus DBD dominan di daerah tropis dan dalam penyebarannya merupakan suatu siklus yang melibatkan manusia dan sejenis nyamuk yang sangat akrab di telinga kita akhir-akhir ini yaitu nyamuk aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti bersifat domestik atau hidup dalam rumah dan lebih menyukai darah manusia untuk makanannya daripada darah hewan. Nyamuk yang menggigit manusia hanyalah nyamuk betina. Si-betina ini mengisap darah manusia untuk mematangkan telurnya. Pada saat mengisap darah manusia itulah terjadi perpindahan virus dari tubuh nyamuk ke dalam tubuh manusia jika nyamuk ini kebetulan telah terinfeksi virus dalam tubuhnya.
Secara historis, penyakit DBD dilaporkan muncul pertama kali sekitar 1779-1780 di daerah Asia, Africa dan Amerika Utara. Kemunculannya yang berdekatan waktu dan secara geografis melibatkan tiga benua mengidentifikasi bahwa nyamuk aedes aegypti dan virusnya telah memiliki daerah penyebaran yang luas dalam kurun waktu lebih dari 200 tahun sebelumnya. Pada awal kemunculannya, virus DBD merupakan virus yang jinak yang walaupun menyebab-kan demam namun tidak menyebabkan kematian. Penyebaran pertama kali penyakit ini melalui pelaut-pelaut yang berlayar antarbenua pada saat itu.
Global pandemic (penyebaran yang meliputi daerah yang luas) pertama kali terjadi pada akhir Perang Dunia II di daerah Asia Tenggara dan makin meningkat dalam 15 tahun terahkir dimana distribusi daerahnya makin meluas dengan melibatkan infeksi virus yang multiple serotypes. DBD juga telah menyebar di daerah Pasifik dan sebagian besar Amerika. Sejak epidemik pertama kawasan Asia Tenggara pada 1950, sekitar 1975 DBD telah berkembang menjadi salah satu penyakit yang memiliki angka kesakitan dan kematian tinggi terutama di kalangan anak-anak.
Telah disebutkan di atas bahwa penyebar-an penyakit DBD melibatkan mobiltas pen-duduk dan nyamuk. Kondisi ini menyebab-kan penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan obat dan vaksin untuk men-cegahnya menjadi salah satu problem kese-hatan masyarakat yang kompleks dan sulit untuk dimengerti. Namun secara teoritis dapat dipahami bahwa peningkatan penyakit DBD yang terus-menerus berhubungan dengan banyak faktor. Salah satu faktor yang sering disebut sebagai biang keladinya ada-lah kegagalan upaya pemberantasan nyamuk pada banyak negara termasuk di Indonesia. Faktor lain yang dituding sebagai pendorong tingginya kasus DBD adalah perubahan de-mografi yang ditandai dengan tingginya angka pertumbuhan penduduk dan tingkat urbanisasi ke daerah perkotaan. Memang dari berbagai pengalaman terlihat bahwa umumnya kasus DBD terjadi di daerah per-kotaan yang padat penduduknya dan dalam lingkungan pemukiman dan pada kompleks perumahan yang relatif lebih baik kondisi-nya karena sifat nyamuk aedes yang domistic biting (mencari makan dalam rumah).
Terlepas dari berbagai analisa umum di atas, peningkatan kasus DBD di Kota Kupang telah menimbulkan berbagai perdebatan dan polemik yang tidak berakhir seiring dengan makin tingginya kasus DBD dari hari ke hari. Perdebatan ini bermuara dari ketidakpuasan masyarakat atas upaya penanggulangan kasus DBD oleh pemerintah yang dinilai lamban. Sementara di lain pihak, pemerintah menuding masyarakatlah yang membuat dirinya menderita penyakit DBD. Masyarakat dinilai tidak mau atau lebih sopannya kurang aktif berpatisipasi untuk membersihkan rumah dan lingkungannya sehingga nyamuk dengan leluasa berkembang biak dan menggigit (menularkan penyakit DBD).
Dalam suatu pembicaraan baru-baru ini, dr. Paulus Wigyohadi, Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang menyatakan bahwa penyakit DBD sebenarnya merupakan suatu jenis penyakit yang disebabkan oleh suatu virus yang dikenal dengan "virus perilaku". Secara ilmu kesehatan, opini dr. Paulus bukan mau membantah bahwa ternyata bukan virus DEN dengan keempat serotypes virusnya di atas sebagai penyebab penyakit DBD, namun beliau mau menegaskan kembali klaim yang menyatakan bahwa perilaku masyarakatlah sebagai penyebab masyarakat menderita penyakit ini.
Pendapat yang sama kembali terungkap pada saat suatu kunjungan lapangan ke Kelurahan Sikumana, di mana Lurah Sikumana juga mengeluhkan rendahnya respon sebagian masyarakat terhadap imbauan pemerintah untuk melakukan gerakan 3 M (mengubur, menimbun dan menguras) sebagai upaya untuk memberantas nyamuk di lingkungannya. "Masakan ketika petugas kelurahan turun untuk membersihkan halaman rumah, masyarakat hanya menonton kami" demikian pengakuannya waktu itu.
Secara persuasif, upaya menyadarkan masyarakat untuk memberantas nyamuk ini juga dilakukan dr. Paulus dengan mengunjungi puskesmas-puskesmas di Kota Kupang dan berdialog langsung dengan masyarakat. dr. Paulus secara "halus" menyampaikan imbauannya kepada para pasien dengan menyatakan, "Bapak-bapak dan ibu-ibu, jika saudara sakit DBD, sadarlah bahwa nyamuk yang menggigit saudara berasal dari rumah saudara dan bukan nyamuk Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang. Saudaralah yang beternak nyamuk di rumah dan kemudian menjadikan saudara sebagai makanan nyamuk". Upaya mengajak masyarakat untuk memberantas nyamuk penyebar DBD ini juga terus diupaya bahkan dengan suatu "ancaman" atau lebih tepat nada putus asa, "Saya akan menutup puskesmas-puskesmas satu bulan, sehingga petugas puskesmas hanya keluar masuk rumah penduduk untuk memberantas nyamuk". Semua dilakukan dengan tujuan agar masyarakat segera bergerak dan memberantas nyamuk di lingkungan mereka.
Hipotesa virus perilaku ini bukan monopoli seorang dr. Paulus. Dalam suatu kegiatan lapangan pembubuhan bubuk abate ke rumah-rumah penduduk, seorang petugas kesehatan senior berkomentar, "Orang sekarang tidak punya rasa malu. Pada jaman dulu, jangankan memasuki kamar mandi dan wc, memasuki ruangan yang bukan ruang tamu oleh orang lain adalah sesuatu hal yang tabu. Namun sekarang, orang tanpa rasa malu mempertontonkan kejorokan kamar mandinya kepada orang lain bahkan kalau bisa meminta orang lain untuk membersihkannya".
Dua contoh di atas mungkin dapat mewakili kebenaran hipotesis ‘virus perilaku’ ini. Lantas bagaimana dengan reaksi masyarakat yang menilai pemerintah lamban? Sekelompok masyarakat di Keluruhan Sikumana yang sempat diajak petugas berdialog mengaku bahwa walaupun kasus sudah banyak, belum ada tindakan nyata pemerintah untuk memberantas nyamuk. Abate yang dibagikan petugas sangat sedikit sehingga tidak mencukupi untuk seluruh rumah tangga. Memang dari hasil penelitian yang pernah dilakukan Tim gabungan dinas kesehatan propinsi dan Dinas Kesehatan Kota Kupang di tahun 2003, ternyata tingkat pemakaian abate dalam memberantas nyamuk hanya 2,53 %, namun kepanikan masyarakat akibat DBD telah menyebabkan kebutuhan akan abate meningkat. Dan walaupun disadari bahwa upaya membersihkan bak mandi atau tempat-tempat penampungan air sebagai upaya terbaik dan murah, masyarakat berdalih bahwa kelangkaan air membuat mereka tidak rela untuk menguras bak airnya.
"Apakah bapak-bapak menjamin bahwa 30 menit setelah tempat-tempat air minum dan bak mandi kami kuras dan dibersihkan, PDAM langsung mengalirkan air bersih sehingga kami tidak mati kelaparan? Apakah pemerintah menjamin bahwa setelah sampah yang kami bersihkan langsung diangkut oleh petugas kebersihan kota? Jangan kami disalahkan terus, Pak. Tiap bulan kami membayar air, kran kami hanya kebagian angin, tiap bulan kami membayar retribusi kebersihan, kami hanya kebagian lalat dan nyamuk yang bersarang di tumpukan sampah yang kami timbun".
Contoh dan keluhan masyarakat ini semakin memperkuat hipotesis pak dokter yang menuding virus peilakulah yang menyebabkan tingginya kasus DBD di Kota Kupang. Virus perilaku ini bukan monopoli penyakit masyarakat, virus ini juga menjangkiti pihak pemerintah. Virus ini menjangkiti kita semua.
Kasus demam berdarah ini hanya salah kasus yang seolah-seolah kesalahan terbesar berada di pihak masyarakat — kalau itu benar, atau tanggung jawabnya adalah pada pihak dinas kesehatan saja - bila memang harus begitu. Namun patut disadari bahwa penyakit DBD yang terjadi dewasa ini hanyalah gambaran bahwa suatu fenomena sosial yang kompleks dimana masyarakat dan dinas kesehatan hanya menanggung akibatnya. Pihak-pihak ini bukanlah penyebab. Mereka juga tidak menulari, mereka hanya pelengkap penderita.
Penyelesaian yang paling kompromistis adalah semua pihak saling bahu-membahu mengatasi masalah ini. Masyarakat berpartisipasi membersihkan lingkungannya. Dinas kesehatan mengupayakan penyembuhan dan tindakan pencegahan lainnya. PDAM mengalirkan air sehingga masyarakat tidak menimbun air yang dapat menjadi sarang nyamuk dan dinas kebersihan turut serta membantu masyarakat mengangkut sampah-sampah mereka dan bukan hanya sampah pada gedung-gedung pemerintah atau rumah-rumah penduduk di pinggir jalan, tapi sampah semua orang yang membayar retribusi sampah. Semoga kasus DBD segera teratasi di Kota Kasih tercinta.
* Penulis adalah staf Dinas Kesehatan Propinsi NTT,
Jln. Palapa 22 Oebobo, Kupang-NTT

Opini Pos Kupang, 14 Feb 2005

3 comments:

Anonymous said...

wahh... kayaknya ini virus juga emang selalu mewabah tiap musim penghujan...

Sekarang pun, (meskipun sumber anda tahun 2005) tetapi sampai saat ini hal ini pun masih terjadi.. Entah kapan kita bisa terbebas dari DB...

Untuk mengetahui tips sukses, kunjungi aktionplan.com

Anonymous said...

Makasih buat komen-nya .... Masih banyak yang harus kita benahi di negeri ini. DBD hanya salah satu ... masih lebih banyak lagi yang laennya .... Semoga kita tetap optimis. Salam - SABOAK

Jermias Dethan, SH said...

Halo, salam kenal

Tolong lihat profil saya di http://jermiasdethan.blogspot.com

Terima kasih, Tuhan memberkati